Langsung ke konten utama

Revisi: Menerjemahkan Feedback

Revisi adalah sebuah kata yang keramat bagi sebagian orang. Biasanya sering dijumpai saat para mahasiswa menyelesaikan tugas akhir mereka.

Alur Revisi Sebuah Karya


Masih ingat proses revisi zaman skripsi?

Tak jauh beda dengan PDKT dengan gebetan. Panas dingin menunggu pesan dibalas dosbing, membuat janji, hingga sabar menunggui di depan ruangan, belum dag-dig-dug saat bertemu kemudian. Gravitasi bumi semakin tak berarti saat coretan tinta merah mewarnai lembaran kata-kata yang ditulis sepenuh hati.

"Tolong direvisi."

Proses ini bisa berulang hingga jangka waktu yang tak bisa ditentukan. Bagi yang tak tahan bisa memunculkan gejala stres bahkan komplikasi penyakit bawaan lainnya. Misalnya kehilangan jatah jajan, jatah waktu main, jatah cari gebetan, #eh.

Sebenarnya tak ada yang aneh. Tugas akhir tak ada bedanya dengan tugas-tugas lain di sepanjang masa kuliah. Hanya saja kita sering mempersepsikan "feedback" dari dosbing sebagai hal besar dan revisian sebagai punishment. Bisa jadi efek mindset mahasiswa secara umum bahwa revisi itu menakutkan. Karena komunikasi yang tak berjalan baik, atau kendala penelitian, kurang referensi, dsb.

Nah, selepas dari tugas akhir yang namanya tantangan itu PASTI muncul lagi. Saat kerja, akan muncul tugas revisi dari atasan. Inget banget dulu tiap bulan bolak-balik ke lapas buat revisi laporan bertinta merah. Btw, terimakasih untuk pengalaman berharga, latihan mental menerima feedback.

Dan sekarang, feedback dari klien, dari buddy, dari siapa pun adalah bahan bakar untuk terus maju dan "revisi" memperbaiki apa yang telah dilakukan agar tak mengulang kesalahan yang sama dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Contohnya waktu sharing dengan buddy tentang flyer berikut:

"Teralu banyak ornamen, titik hijau kuning bisa dihilangkan karena background sudah gambar. Pilihan font judul kurang pas. Jangan terlalu banyak main kombinasi warna, atau coba color pallete yang tepat agar lebih elegan bisa minimalkan warna. Icon danger terlihat kurang sesuai penempatannya, terlihat kegencet."

Terdengar panjang betul daftar yang perlu direvisi. Tapi... Semua adalah kritik membangun, kita bisa menemukan solusi untuk karya kita.

Before feedback
Dan berikut utak-atik setelah feedback. Ada yang berbeda?
After feedback

Ada juga feedback dari klien seperti gambar 1 di atas. Sebelum mengenal editing digital, pernah saya menggambar berkali-kali di atas kertas dan sudah pasti menghabiskan waktu.

Tips: pastikan konsep yang jelas dengan klien, clear and clarify sebelum memulai. Jangan pernah menerima kata "terserah", karena pasti akan ada revisi. Asal mula saya membuat form pemesanan di bit.ly/OrderDimaseArt tidak lain agar kasus revisi bisa diminimalisir. Pahami kebutuhan klien lewat komunikasi. Beri pilihan, saran, jangan ragu menyampaikan jika kita tak mampu memenuhi ekspektasi klien.

Masih takut revisi?
Boleh lah 1-2 kali, karena hidup memang berisi perbaikan-perbaikan untuk terus tumbuh.

Dimase-Art
Malang, Juni 2020

Komentar